Rabu, 10 April 2013

Proses Pemurnian Gula

2.1              Proses  Pemurnian  Gula
Proses pemurnian bertujuan untuk memurnikan nira mentah dengan perlakuan sedemikian rupa, sehingga memudahkan proses selanjutnya. Di Indonesia proses standar yang ditetapkan adalah meliputi :
1)      Proses Defekasi
2)      Proses Sulfitasi
3)      Proses Karbonatasi
Ketiga cara pemurnian inilah yang dapat menghasilkan bermacam-macam gula. Standarisasi untuk gula sekarang telah menggunakan istilah GKP (Gula Kristal Putih) misalnya GKP I, GKP II dan seterusnya.


1)      Proses Defekasi
Merupakan proses yang paling sederhana yang pada intinya adalah memberikan susu kapur pada nira, sehingga terjadi pengendapan, kemudian dapat dipisahkan antara nira kotor dan nira jernih.
Pada proses defekasi ini nira dari gilingan dipanaskan pada temperatur 70oC kemudian dilakukan penambahan susu kapur sehingga pH 7,8 – 8 dalam peti defekator. Kemudian dipanaskan lagi hingga titik didihnya mencapai sekitar 100 – 105oC.
Reaksi yang terjadi adalah :
P2O5 yang berada dalam tebu bereaksi dengan air dari nira mentah membentuk asam phospat. Penambahan susu kapur akan mengendapkan asam phospat dalam bentuk kalsium phospat. Dalam bentuk prakteknya proses defekasi tidak lagi digunakan karena menghasilkan gula coklat.
Raw sugar atau gula kasar merupakan gula yang dihasilkan dari proses pengolahan nira secara defekasi. Gula ini masih mengandung berbagai pengotor sehingga penggunaannya untuk dikonsumsi manusia telah dilarang oleh FDA (Food and Drug Administration). Oleh karena itu, gula kasar tersebut harus melalui tahapan pemurnian agar dapat dikonsumsi oleh manusia atau digunakan sebagai gula berkualitas tinggi untuk industri.
Warna pada kristal gula merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pengawasan mutu (Moerdokusumo, 1993). Terbentuknya warna yang disebabkan oleh pigmen tanaman, reaksi enzimatik, dan reaksi non-enzimatik dapat menurunkan kualitas gula (Achyadi dan Maulidah, 2004). Pada proses pembuatan gula kasar dengan defekasi, penghilangan warna belum berlangsung efektif karena hanya sebagian kecil zat pembentuk warna yang dapat dihilangkan. Selain itu, masih terdapat bahan pengotor, seperti asam amino dan gula pereduksi yang dapat membentuk warna dengan mekanisme reaksi pencoklatan non-enzimatik pada proses penguapan dan pemasakan sehingga zat warna tersebut terkristalkan dalam gula kasar. Oleh karena itu, proses pemucatan gula kasar menjadi sangat penting dalam meningkatkan kualitas gula kristal (Namiki, 1988). 

2)      Proses Sulfitasi
Pemurnian dengan sulfitasi lebih baik dan banyak digunakan jika dibandingkan cara defekasi. Pemurnian sulfitasi dilakukan dengan menggunakan Ca(OH)2 dan gas SO2. Penambahan Ca(OH)2 pada nira mentah dilakukan secara berlebih untuk mendapatkan suasana basa pada nira, sebab pada suasana ini pengendapan kotoran yang dibawa nira akan lebih banyak. Kelebihan Ca(OH)2 akan dinetralkan kembali oleh gas SO2 yang didapat dari pembakaran belerang padat.

Macam-macam sulfitasi :
a.      Sulfitasi Asam
Nira mentah disulfitasi pendahuluan dengan gas sulfat pH rendah (6,5) dengan diikuti netralisasi yaitu penambahan susu kapur hingga mencapai pH 7 – 7,2.
b.      Sulfitasi Netral
Nira mentah ditambah susu kapur hingga pH 8 – 8,5, kemudian dialiri gas sulfit hingga pH 7 – 7,2.
c.       Sulfitasi Basa
Nira mentah diberi susu kapur sampai pH mencapai 10,5 kemudian kelebihan susu kapur ini dinetralkan dengan gas sulfit (SO2) hingga pH 7 – 7,2.

3)      Proses Karbonatasi
Secara umum, proses pemurnian nira dilakukan dengan defekasi, sulfitasi, dan karbonatasi. Defekasi hanya menghasilkan gula kasar yang masih banyak mengandung bahan pengotor. Pada sulfitasi, bahan pengotor yang dihilangkan masih lebih rendah dibandingkan karbonatasi. Selain itu, sulfitasi akan menyebabkan korosi besi pada pipa-pipa. Bahan  pengotor yang dapat dihilangkan dengan defekasi, sulfitasi, dan karbonatasi adalah 12,7 %, 11,7 %, dan 27,9 % (Mathur, 1978).
Karbonatasi merupakan reaksi yang terjadi akibat interaksi susu kapur (Ca(OH)2) dan gas CO2 membentuk endapan senyawa kalsium karbonat (CaCO3) melalui mekanisme yang dapat dilihat pada persamaan di bawah. (Mathur, 1978).
Dalam karbonatasi, akan terjadi adsorpsi bahan pengotor, bahan penyebab warna, gum, asam organik, dan lain-lain. Proses ini diawali dengan terbentuknya senyawa intermediet antara sukrosa dan kalsium hidroksida. Sukrosa memiliki karakteristik kimiawi membentuk metal sakarat. Apabila dalam larutan sukrosa diberi metal hidroksida, maka akan terjadi reaksi yang akan membentuk suatu koloid keruh, bersifat gel, atau endapan. Koloid tersebut adalah ikatan sukrosa dengan metal hidroksida, misalnya satu mol sukrosa dengan satu mol kalsium hidroksida (Ca(OH)2) yang dinyatakan dengan rumus C12H22O11.Ca(OH)2, C12H22O11.CaO, dan C12H22O11.Ca (Goutara dan Wijandi, 1975). Sakarat dapat terurai oleh asam, bahkan oleh penambahan asam karbonat yang dihasilkan oleh pemberian gas CO2. Apabila sakarat diberi perlakuan dengan penambahan sedikit asam karbonat maka akan terbentuk senyawa intermediet (Mathur, 1978). Senyawa intermediet tersebut bersifat gel yang mempunyai komposisi :

. . – Ca – C12H20O11 – Ca – CO3 – Ca - C12H20O11 - Ca – CO3 – . .

Peningkatan absorpsi gas CO2 dapat meningkatkan kondisi asam dan mengganggu kestabilan senyawa intermediet sehingga senyawa tersebut terurai menjadi sukrosa dan kalsium karbonat. Terbentuknya senyawa kalsium karbonat dapat mengadsorpsi dan mengendapkan bahan  pengotor (Goutara dan Wijandi, 1975). Namun, apabila gas CO2 yang ditambahkan berlebih dalam nira maka kalsium karbonat yang telah terbentuk akan kembali menjadi senyawa bikarbonat yang larut. Mekanisme penguraian kalsium karbonat dapat dilihat pada persamaan di bawah. (Mathur, 1978).


Pada kondisi suhu 45°C, karbonatasi berlangsung lambat dan kurang sempurna, sedangkan pada suhu di atas 55°C akan terjadi penguraian gula pereduksi yang memunculkan warna coklat. Namun, kelemahan proses berlangsung pada suhu 55°C, yaitu memicu terjadinya fermentasi asam laktat. Dalam karbonatasi tunggal, sekitar 7 – 10 % volume larutan gula kasar yang dipanaskan pada suhu 45 – 55°C, membutuhkan 20 beaume susu kapur (Mathur, 1978). Berikut ini merupakan gambar nira encer hasil pemurnian dengan metode karbonatasi :
           Gambar 2.2 Nira encer hasil pemurnian metode karbonatasi IPB Bogor.

+ komentar + 4 komentar

26 November 2013 pukul 07.11

Assalamu'alaikum
salam kenal saya rahmad dari trenggalek jawa timur
mbak minta penjelasan proses pemurnian nira tebu yang paling sederhana dan dapat dipraktekkan di rumah.
untuk jawabannya mohon dikirim via email : pcbang_net@yahoo.com
terima kasih banyak atas jawabannya
salam sukses
Alloh yang membalasnya

Terimakasih Unknown atas Komentarnya di Proses Pemurnian Gula
22 April 2015 pukul 21.30

makasih infonya

Terimakasih Unknown atas Komentarnya di Proses Pemurnian Gula
19 September 2016 pukul 08.37

Assalamu'alaikum wr wb.
sekarang dipinggir jalan di Surabaya banyak yang menjajakan sari tebu hijau.Bagaimana caranya kita menghilangkan warna hijau pada sari tebu tersebut?.Apakah kita bisa gunakan tanah pemucat berbahan bentonit dicampur carbon aktif?
Mohon jaqaban dikirim ke arymartoyo@yahoo.com
terima kasih atas perhatiannya.

Terimakasih Unknown atas Komentarnya di Proses Pemurnian Gula
19 September 2016 pukul 08.38

Assalamu'alaikum wr wb.
sekarang dipinggir jalan di Surabaya banyak yang menjajakan sari tebu hijau.Bagaimana caranya kita menghilangkan warna hijau pada sari tebu tersebut?.Apakah kita bisa gunakan tanah pemucat berbahan bentonit dicampur carbon aktif?
Mohon jaqaban dikirim ke arymartoyo@yahoo.com
terima kasih atas perhatiannya.

Terimakasih Unknown atas Komentarnya di Proses Pemurnian Gula

Posting Komentar

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( :-q =))